Pagi yang Berbeda di Tanah Rencong: Kisah Kecemasan dan Ketegangan Pasca Gempa Bumi

 

Pagi yang Berbeda di Tanah Rencong: Kisah Kecemasan dan Ketegangan Pasca Gempa Bumi 



Pagi itu, di Tanah Rencong, suasana terasa begitu berbeda. Seakan-akan gelisah yang tak terdefinisi merayapi ketenangan yang biasanya terasa. Tiba-tiba, getaran kuat membuyarkan tidur lelapku, dan bumi di bawah kaki bergoyang-goyang, mengingatkanku pada kekuatan alam yang kadang-kadang begitu tak terduga. Suara debur ombak masih terdengar jelas, menambah intensitas ketegangan yang menggetarkan telingaku. Dalam kebingungan, aku berusaha meraih kesadaranku yang tersisa, mencoba memahami apa yang sedang terjadi di sekelilingku, seperti puzzle yang harus segera dirangkai.

Aku: "Umah, Isah, cepat bangun! Kita harus keluar sekarang!"

Umah: "Apa yang terjadi?"

Isah: "Gempa bumi, kita harus segera pergi!"

Aku dan kedua sahabatku, Umah dan Isah, berusaha mengumpulkan kesadaran. Saat kesadaran kami kembali sepenuhnya, kami menyadari bahwa sedang terjadi gempa bumi. Tanpa ragu, aku dan dua rekanku, bersama-sama, menghadapi ketidakpastian itu dengan langkah cepat menuju pintu keluar rumah. Kami saling berpegangan erat, terdorong oleh kecemasan akan kemungkinan terjadinya tsunami. Air mata tak terbendung mengalir di pipiku, sementara pikiran kami dipenuhi pertanyaan tak terjawab. Gempa ini adalah pengalaman pertama kami sejak tiba di sini, sebagai peserta program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).

Rumah kami, yang terbuat dari beton, adalah salah satu dari bangunan yang dibangun dengan bantuan asing setelah tsunami tahun 2004. Terletak sekitar 1 kilometer dari pantai, rumah kami dikelilingi oleh savana dan dipisahkan oleh jalan raya dari tepi pantai. Jarak antara satu rumah dengan yang lainnya cukup jauh, menunjukkan betapa desa ini sangat terdampak saat tsunami terjadi. Sekarang, jumlah penduduknya kurang dari setengah dari sebelumnya.

Setelah beberapa saat, kami menyadari bahwa kami satu-satunya yang keluar rumah, sementara rumah-rumah lain masih dalam keadaan sepi dan gelap.

Aku: "Umah, Isah, kenapa sepertinya tidak ada yang keluar dari rumah mereka?"

Umah: "Aku juga tidak yakin. Apakah mereka tidak menyadari gempa ini?"

Isah: "Atau mungkin mereka masih tidur dan tidak menyadari apa yang terjadi di luar."

Setelah cukup lama berada di luar, kami memutuskan untuk masuk kembali sambil tetap waspada terhadap situasi di sekitar. Dengan hati-hati, kami membuka pintu lebar-lebar, sementara sepeda motor telah kami siapkan di depan rumah untuk berjaga-jaga. Meskipun menunggu cukup lama hingga jam menunjukkan pukul 05.00 pagi, di Aceh, yang sama-sama menggunakan pembagian zona waktu Indonesia Bagian Barat seperti Jawa, pukul 05.00 di sini setara dengan pukul 04.00 di Jawa. Namun, tidak seorang pun yang keluar rumah, menyisakan rasa ketidakpastian yang mencekam.

Ketika adzan subuh berkumandang sayup-sayup di masjid, seorang tetangga dari belakang rumah datang menghampiri, bertanya-tanya tentang keadaan kami.

Tetangga: "Halo, apa yang terjadi? Saya mendengar kehebohan di sini."

Aku: "Ya, tadi malam ada gempa bumi yang cukup kuat. Kami agak khawatir akan kemungkinan tsunami."

Tetangga: (Tertawa terbahak-bahak) "Oh, begitu? Saya pikir ada hal serius terjadi. Gempa memang sesuatu yang biasa di sini, jadi kami sudah terbiasa dengan situasi seperti itu."

Aku: "Tapi kami tidak terlalu yakin bagaimana cara mengidentifikasi gempa yang berpotensi tsunami."

Tetangga: "Tenang saja, biasanya gempa yang disertai getaran yang kuat dan berlangsung lama bisa jadi pertanda akan terjadinya tsunami. Tapi kita juga harus waspada dan siap mengungsi jika diperlukan."

Penjelasan dari tetangga membawa sedikit ketenangan bagi kami yang masih dilanda kecemasan.

Selepas sholat, kedua temanku menelepon orang tua mereka untuk memberitahukan apa yang kami alami pagi itu.

Umah: "Halo, Bu. Ini Umah. Maaf mengganggu, tapi tadi pagi kami merasakan gempa di sini. Tapi jangan khawatir, kami baik-baik saja."

Ibu Umah: "Oh, Alhamdulillah kalau kalian baik-baik saja. Tetap waspada ya, Nak. Jika ada sesuatu, segera hubungi kami."

Isah: "Halo, Ma. Isah di sini. Kami juga merasakan gempa tadi pagi. Tapi tenang saja, kami sudah aman di rumah."

Ibu Isah: "Baiklah, Sayang. Terima kasih sudah memberitahu kami. Jaga dirimu dengan baik, ya."

Sementara itu, aku memilih untuk tidak memberikan kabar kepada keluargaku, untuk mencegah kekhawatiran mereka yang mungkin bertambah.

Aku: (Memikirkan keputusanku) "Aku akan menangani ini sendiri. Memilih untuk berjuang sendiri dengan ketidakpastian adalah keputusan yang harus aku tempuh dengan tegar."

 

Pagi itu, seiring terbitnya matahari, kami mulai bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah pengabdian masing-masing. Di sini, jam pembelajaran dimulai tepat pukul 08.00. Sekolah kami tidak terlalu jauh dari rumah dinas, hanya terhalang oleh padang rumput dan savana. Kami memilih untuk berjalan kaki dengan rute yang memutar, membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke sekolah. Namun, jika kami memutuskan untuk menerobos padang rumput, hanya memakan waktu 5 menit saja. Meskipun sudah cukup siang, jalanan masih sepi. Biasanya, pada jam segini, sudah banyak anak-anak yang berangkat ke sekolah dan berpapasan di jalan, namun kali ini jalanan terasa sunyi. Ketika kami tiba di sekolah, suasana yang sunyi dan sepi masih tetap terasa. Meskipun sudah waktunya, tidak ada satu pun anak yang muncul. Waktu terus berjalan, namun keadaan tetap sama, memberikan kesan suram di awal pagi yang seharusnya indah ini. Barulah terdengar dering telepon dari Pak Junaidi, kepala sekolah di tempat kami mengabdi, memberikan keterangan bahwa di sini sudah terjadi kesepakatan tidak tertulis bahwa jika terjadi gempa, maka anak-anak tidak masuk sekolah. Akhirnya kamipun memutuskan untuk pulang kerumah saja.



Winaningsih_SMA Negeri 1 Salem. Tulisan ini dibuat dengan strategi tali BambuApus Giri (Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI).

Comments

Popular posts from this blog

contoh soal dan pembahasan materi TWK CPNS 2021

Matematika Peminatan Kelas XII contoh soal dan pembahasan distribusi binomial bagian 2

1