contoh program pengembangan kewirausahaan sekolah
PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH
SMA NEGERI 1 SALEM
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
SMA NEGERI 1 SALEM
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROVINSI JAWA TENGAH
Jalan Raya Salem-Bentar, Kec. Salem,
Kab. Brebes 52275
PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH
SMA NEGERI 1 SALEM
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
A. Pendahuluan
Perubahan yang terjadi secara
multidimensional dalam dunia pendidikan mensyaratkan kemampuan kepala sekolah
yang handal untuk menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Pengetahuan
dan keterampilan yang pernah diserap kepala sekolah ketika mengikuti pendidikan
dan latihan seringkali dianggap terbatas dan kurang sesuai dengan tuntutan
persyaratan pekerjaannya saat ini. Oleh karena itu, calon/kepala sekolah perlu
selalu melakukan pembelajaran agar dapat mengikuti dinamika perkembangan IPTEKS
dan dunia pendidikan, serta peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Beberapa peraturan seperti PP
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Kepmen Nomor 162
tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, dan PP Nomor 38 Tahun
1992 tentang Tenaga Kependidikan pasal 20 ayat (4) pada intinya menyebutkan
bahwa tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja mengelola satuan
pendidikan dipersiapkan melalui pendidikan khusus. Meskipun di dalam PP
tersebut tidak disebutkan tentang pendidikan khusus kewirausahaan bagi
calon/kepala sekolah, namun di sini ada komitmen kuat dari pemerintah untuk
mempersiapkan, secara khusus, pendidikan dan latihan bagi pengelola satuan
pendidikan. Pendidikan khusus yang bermuatan kewirausahaan bagi para
calon/kepala sekolah diperlukan agar nantinya mereka dapat lebih kreatif dan
inovatif memanfaatkan sumber daya dan aset yang dimiliki dalam mengembangkan
jiwa kewirausahaan warga sekolah yang dipimpinnya.
Kelemahan manajemen
kewirausahaan lembaga pendidikan kita saat ini sebagian besar disebabkan oleh
ketidakmampuan pengelola menjalankan fungsinya secara profesional. Efek
lanjutan dari kelemahan sistem manajemen kewirausahaan yang berkepanjangan
adalah semakin tertinggalnya kemajuan pendidikan kewirausahaan dilihat dari
sudut kemajuan di sektor ekonomi, industri dan perdagangan. Sentuhan
kreativitas dan inovasi dalam berbagai bidang pendidikan kewirausahaan seperti
kurikulum, sarana dan prasarana, pola pendidikan kepada anak didik, dan
sebagainya tidak akan banyak manfaatnya tanpa kemampuan wirausaha yang memadai
dari para pengelolanya.
Pengembangan kewirausahaan
berbasis kreativitas dan inovasi ini bertujuan untuk membekali calon/kepala
sekolah dengan wawasan kewirausahaan dalam menjalankan tugasnya, khususnya
dalam mempersiapkan “sekolah mandiri” yang menjadi roh dari otonomi
sekolah. Oleh karena itu, pemahaman komprehensif dan aplikatif tentang
kompetensi kewirausahaan sangat penting diberikan bagi peserta dalam pelatihan
calon/kepala sekolah. Pada akhirnya, diharapkan supaya perumusan dan
implementasi kebijakan atau keputusan kepala sekolah dapat dikembangkan secara
kreatif dan inovatif untuk mendukung penanaman jiwa kewirausahaan bagi semua
warga sekolah.
B. Kajian Teori dan Bahasan
Hakikat Kreativitas dan Inovasi
Kreativitas merupakan salah satu aset
organisasi yang terbesar di tempat kerja, misi setiap kegiatan dan pusat
keberhasilan organisasi (Kilby, 2001). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
kreativitas merupakan esensi dan orientasi pengembangan sumber daya manusia
(Dharma dan Akib, 2004b). Kreativitas dapat mencirikan perkembangan dan
keunggulan daya saing organisasi (Ford dan Gioia, 2000). Kreativitas merupakan
ramuan dalam pelayanan publik, pengembangan produk dan strategi serta berbagai
proses dan perilaku yang lebih baik, unik, baru, asli, berbeda atau bermanfaat.
Kreativitas mendasari semua praktik organisasi tanpa memandang rutinitasnya
(DeGraff, 2003). Kreativitas terlihat melalui gagasan, produk, pelayanan,
usaha, mode atau model baru yang dihasilkan dan perilaku yang diperankan oleh
individu, kelompok dan organisasi.
Tujuan akhir pengembangan kreativitas dalam
organisasi ialah menciptakan berbagai bentuk nilai (manfaat), termasuk
pertumbuhan, produktivitas, efektivitas, efisiensi dan inovasi. Sejumlah pakar
sepakat bahwa kreativitas merupakan salah satu dimensi pengukuran kinerja
organisasi selain efisiensi, efektivitas dan kepuasan kerja (Kasim, 1998; Scott
dalam Eoh, 2001; French et al, 2000). Kreativitas bersifat alamiah, dapat
dikembangkan dan berlangsung seumur hidup (Kilby, 2001; Akib, 2005).
Pada mulanya, kreativitas hanya
dipahami sebagai proses berpikir dengan menggunakan teknik berpikir kreatif
(Ivanyi dan Hoffer, 1999). Kreativitas diartikan sebagai proses menggunakan
imajinasi dan keahlian untuk melahirkan gagasan baru,
asli, unik, berbeda atau bermanfaat (Couger, 1996; Linberg, 1998; Oldham dan
Cummings, 1996).
Saat ini, kreativitas juga
dipahami sebagai kemampuan melahirkan, mengubah dan mengembangkan gagasan,
proses, produk, mode, model dan pelayanan serta perilaku tertentu. Dalam
definisi kreativitas terkandung ciri keaslian (baru, tidak lazim, tidak
terduga) dan potensi utilitas (berguna, baik, adaptif, sesuai) gagasan, produk,
mode atau model dan proses yang dihasilkan serta perilaku yang diperankan oleh
aktornya. Ciri kreativitas dideskripsikan dalam pendekatan atau model 4-P
Kreativitas, yakni Produk, Proses, Person (perilaku individu dan kelompok) dan
Pers (lingkungan) kreatif (Bostrom dan Nagasundaram, 1998; Barlow, 2000; Henry,
1991).
Fokus tulisan ini diarahkan
pada person atau perilaku individu dan kelompok kreatif dalam menciptakan
produk, proses dan pers atau lingkungan kreatif. State of the science
kreativitas (Anderson et al, 2003) termasuk ke dalam bidang studi manajemen
sumber daya manusia (Dharma dan Akib, 2004b; Timpe, 2000) dan perilaku
organisasi (Szilagyi Jr dan Wallace Jr, 1990; Robbins, et.al. 1994) yang dikaji
pada tingkat individu, kelompok dan organisasi. Perspektif tersebut diakui
oleh Boon (1997) bahwa fenomena kreativitas dan proses kreatif merupakan objek
kajian yang sangat luas, namun sedikit sekali hasil penelitian ilmiah dalam
areal transfer konsep kreativitas ke dalam perilaku organisasi, sementara
kreativitas dan proses kreatif sangat krusial bagi pengembangan individu, tim,
organisasi dan masyarakat.
Dalam konteks persekolahan,
seorang (calon) kepala sekolah tidak cukup hanya memiliki kreativitas yang
tinggi, melainkan juga harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk
melaksanakannya. Untuk melaksanakan ide-ide baru tersebut diperlukan kemampuan
inovatif yang merupakan konsep pembaharuan baik sistem, prosedur dan cara
maupun aturan untuk menghasilkan produk, proses, perilaku dan lingkungan
kreatif yang optimal. Seorang kepala sekolah yang inovatif harus mampu
melahirkan cara baru untuk “menerapkan” ide kreatifnya sehingga berdaya guna
dan berhasil guna bagi lembaganya. Dalam implementasi praktis kreativitas dapat
dilakukan mulai dari lingkungan (kecil) di dalam kelas sampai pada manajemen
sekolah yang lebih kompleks.
Berdasarkan pemahaman konsep
kreativitas tersebut inovasi dipahami sebagai proses penerapan kreativitas
secara faktual ke dalam kehidupan sehari-hari. Inovasi merupakan proses
pengenalan cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal dalam
lembaga pendidikan (sekolah). Dengan definisi yang lebih kompleks, inovasi
merupakan pengenalan dan penerapan ide, proses, produk atau prosedur baru
secara sengaja dalam suatu pekerjaan, tim kerja atau organisasi pendidikan
dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih baik dan menguntungkan bagi tim
kerja atau lembaga tersebut.
Ada hubungan erat antara konsep
kreativitas dan inovasi yang keduanya sangat diperlukan dalam mengembangkan
sekolah. Kreativitas tanpa inovasi bagaikan pisau tajam yang tidak pernah
dipakai, sedangkan inovasi tanpa dilandasi kreativitasi tidak menghasilkan
sesuatu yang baru bagi organisasi sekolah. Kreativitas umumnya akan terlihat
pada proses kognitif seseorang, di mana pikiran dan ide-ide kreatifnya terlihat
dalam proses, perilaku, produk dan lingkungan pembelajaran. Misalnya, strategi
pembelajaran kreatif dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada di
lingkungannya (contextual learning) atau penataan ruangan kelas yang
memungkinkan peserta didik mendapatkan akses yang sama dengan guru atau sumber
belajar lainnya atau pola administrasi kelas dengan pola komputerisasi.
Pada tataran implementasi,
inovasi terbatas pada usaha sengaja (sadar) untuk memperoleh keuntungan atau
hasil yang lebih baik dengan melakukan perubahan, di mana perubahan tersebut
meliputi aspek ekonomis, pengembangan pribadi, kepuasan kerja, kohesi kelompok
dan komunikasi organisasional (lembaga sekolah) yang lebih baik, maupun
produktivitas, efisiensi, efektivitas dan profitabilitas kelembagaan. Inovasi
tidak selalu berwujud perubahan radikal lembaga pendidikan namun dapat berupa
perubahan kecil dan sederhana yang melibatkan berbagai komponen sekolah.
Inovasi tidak harus didominasi perubahan dengan teknologi tinggi, namun
sentuhan teknologi hanyalah merupakan salah satu faktor inovasi dalam mengelola
sekolah. Contoh, dikenalkannya layanan pendidikan yang lebih menekankan pada
faktor potensi/kemampuan anak dengan melakukan pembelajaran semi-individual
(tidak selalu klasikal). Ilustrasi lain yang lebih canggih dapat dilakukan
melalui pengenalan layanan pendukung komputer baru di sekolah. Inovasi bisa
juga ditemukan dalam perubahan administratif sekolah dengan menerapkan model
database baik untuk guru dan siswa maupun tenaga pendukung sekolah lainnya
(tenaga administrasi). Inovasi dapat dikembangkan dalam upaya menerapkan
strategi baru peningkatan sumber daya manusia, kebijakan sekolah atau
pengenalan kerja tim guru pada bidang-bidang yang spesifik.
Dalam bahasa yang lebih
eksplisit inovasi tidak selalu mengisyaratkan atau mengharuskan pembaharuan
absolut. Perubahan dapat dipandang sebagai suatu inovasi apabila perubahan
tersebut baru bagi seseorang, kelompok atau organisasi kelembagaan yang
memperkenalkannya. Kerja tim atau manajemen partisipatif yang
diperkenalkan dalam suatu lembaga pendidikan juga dianggap sebagai suatu
inovasi jika baru dalam lembaga tersebut, terlepas dari apakah model kerja tim
tersebut pernah disosialisasikan pada lembaga lain. Dengan demikian, proses
inovasi tidak selalu menuntut hal-hal yang canggih. Persepsi demikian
kadang-kadang justru menghambat proses inovasi, karena selalu takut melangkah
untuk berinovasi.
Dalam proses implementasi
kreativitas di sekolah, inovasi bisa bervariasi dari inovasi yang relatif
‘ringan’ hingga inovasi yang dapat merombak sistem kelembagaan sekolah yang
dianggap sangat penting. Inovasi tidak harus setara dengan proses penemuan
modul pembelajaran Quantum Learning misalnya. Inovasi adalah segala usaha yang
menghasilkan produk, proses, prosedur yang lebih baik, atau cara baru dan lebih
baik dalam mengerjakan berbagai hal, yang diperkenalkan oleh individu, kelompok
atau institusi sekolah.
Beberapa inovasi bisa
diperkenalkan dalam waktu yang singkat (misalnya, memutuskan untuk menerapkan
model Classroom Management yang baru dengan mengubah posisi duduk siswa dan guru),
sementara bentuk inovasi lainnya mungkin memerlukan waktu yang cukup lama,
sebagaimana diterapkan dalam pendidikan dewasa ini dengan istilah Community
Based Education (Depdiknas, 2002).
C. Hakikat
Kewirausahaan
Kewirausahaan merujuk pada
sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada individu yang memiliki kemauan
keras untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif yang
dimiliki ke dalam kegiatan yang bernilai. Jiwa dan sikap kewirausahaan tidak
hanya dimiliki oleh usahawan, melainkan juga pada setiap orang yang berpikir
kreatif dan bertindak inovatif. Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan
inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari dan
memanfaatkan peluang menuju sukses. Inti kewirausahaan menurut Drucker (1959)
yang dikutip oleh Alma (2006) adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi
terciptanya peluang.
Jiwa, sikap dan perilaku
kewirausahaan memiliki lima ciri yakni: 1) penuh percaya diri, dengan indikator
penuh keyakinan, optimis, disiplin, berkomitmen dan bertanggung jawab; 2)
memiliki inisiatif, dengan indikator penuh energi, cekatan dalam bertindak dan
aktif; 3) memiliki motif berprestasi dengan indikator berorientasi pada hasil
dan berwawasan ke depan; 4) memiliki jiwa kepemimpinan dengan indikator berani
tampil beda, dapat dipercaya dan tangguh dalam bertindak; dan 5) berani
mengambil risiko dengan penuh perhitungan.
Aksioma yang mendasari proses
kewirausahaan adalah adanya tantangan dalam berpikir kreatif dan bertindak
inovatif untuk menghasilkan nilai tambah dari apa yang diusahakan. Ide kreatif
dan inovatif wirausaha tidak sedikit yang diawali dengan proses imitasi dan
duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada
proses penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna. Tahap penciptaan
sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna inilah yang disebut tahap
kewirausahaan.
Wirausaha adalah seorang
pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem kegiatan suatu lembaga yang
bebas dari keterikatan lembaga lain. Sebagian besar pendorong perubahan,
inovasi dan kemajuan dinamika kegiatan di sekolah akan datang dari kepala
sekolah yang memiliki jiwa wirausaha. Kepala sekolah tersebut adalah orang
yang memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan dan
dinamika kegiatan di lembaganya. Sampai pada tataran tertentu keberhasilan
seorang wirausaha tergantung pada kesediaan untuk bertanggung jawab atas
pekerjaannya sendiri.
Seorang wirausaha ikhlas
belajar banyak tentang diri sendiri jika bermaksud mencapai tujuan yang sesuai
dengan apa yang diinginkan dalam kehidupannya. Kekuatan seorang wirausaha
datang dari dirinya sendiri dan bukan dari tindakan orang lain. Meskipun risiko
kegagalan selalu mengintip, wirausaha mengambil risiko dengan jalan menerima
tanggung jawab atas tindakannya. Kegagalan diterima sebagai pengalaman yang
terbaik dalam belajar. Beberapa wirausaha dapat mencapai tujuan yang diinginkan
setelah mengalami rintangan dan kegagalan. Belajar dari pengalaman akan
membantu wirausaha menyalurkan kegiatan untuk mencapai hasil yang lebih
produktif dan positif, sehingga keberhasilan merupakan buah dari usaha yang
tidak mengenal lelah.
Wirausaha adalah orang yang
mempunyai tenaga dan keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif.
Wirausaha juga memiliki kemauan menerima tanggung jawab pribadi dalam
mewujudkan keinginan yang dipilih. Menurut McClelland, terdapat sembilan ciri
wirausahawan, yaitu: 1) keinginan untuk berprestasi, 2) bertanggung jawab, 3)
preferensi kepada risiko menengah, 4) persepsi pada kemungkinan berhasil, 5)
rangsangan oleh umpan balik, 6) enerjik dalam beraktivitas, 7) berorientasi ke
masa depan, 8) terampil dalam pengorganisasian, dan 9) sikap positif terhadap
uang (dalam Depdiknas, 2002).
Seorang wirausaha memiliki daya
inovasi yang tinggi, di mana dalam proses inovasinya menunjukkan cara-cara baru
yang berbeda, lebih baik dan bermanfaat dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam
kaitannya dengan tugas kepala sekolah, kebanyakan di antaranya tidak menyadari
keragaman dan keluasan bidang yang menentukan tindakannya untuk memajukan
sekolah. Mencapai kesempurnaan dalam melakukan rencana merupakan sesuatu yang
ideal dalam mengejar tujuan, tetapi bukan merupakan sasaran yang realistik bagi
kebanyakan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha. Bagi kepala sekolah yang
realistik, hasil yang dapat diterima lebih penting daripada hasil yang
sempurna. Setiap orang termasuk kepala sekolah yang kreatif dan inovatif adalah
individu yang unik dan spesifik.
Pada umumnya, setiap orang
termasuk kepala sekolah memiliki pengalaman masa lampau yang bervariasi.
Pengalaman dan pengetahuan masa lampau kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha
biasanya unik dan kadang-kadang tidak dimiliki orang lain. Namun,
kebanyakan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha juga memiliki kemauan untuk
meniru dan mengkiblat pada keberhasilan kepala sekolah lain yang lebih berhasil
mengelola sekolah. Model meniru dan mengikuti peran kepala sekolah lain yang
berhasil mengembangkan sekolah dengan prinsip kewirausahaan menghasilkan sosok
wirausaha yang memiliki keterampilan mengelola sekolah.
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha
pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan ke dalam
visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang realistik. Realistik berarti
tujuannya disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki. Semakin
jelas tujuan yang ditetapkan semakin besar peluang untuk dapat meraihnya.
Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus memiliki tujuan
yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah
tujuan tersebut dapat dicapai maka visi, misi, tujuan dan sasarannya
dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk
masing-masing aspek atau dimensi. Dari indikator tersebut juga dapat
dikembangkan menjadi program dan subprogram yang lebih memudahkan
implementasinya dalam pengembangan sekolah.
D.
Fungsi Kreativitas, Inovatif & Jiwa
Kewirausahaan dalam Organisasi
Kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan sangat penting dimiliki
karena merupakan kemampuan yang sangat berguna dalam proses kehidupan manusia.
Makna dan posisi kreativitas dan inovasi dinyatakan oleh Treffinger (1986)
bahwa tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kreativitas.
Sementara itu, Timpe (2000: 59)
menjelaskan bahwa setiap individu kreatif dengan cara-cara dan derajat yang
berbeda. Dengan demikian, setiap orang memiliki dasar kreativitas dan inovasi
pada dirinya. Masalahnya adalah bagaimana cara potensi kreativitas dan inovasi
tersebut dikembangkan dan diimplementasikan dalam kegiatan riil sesuai dengan
wawasan kewirausahaan dalam organisasi, khususnya di sekolah.
Suatu karya kreatif dan inovatif
sebagai hasil kreasi kepala sekolah dapat mendorong potensi kerja dan kepuasan
pribadi yang tak terhingga besarnya. Dengan terobosan kreatif kepala sekolah
dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki untuk mengubah tantangan menjadi
peluang dan untuk memajukan sekolah. Hal ini menunjukkan terjadinya perwujudan
diri sepenuhnya yang merupakan salah satu esensi dalam kehidupan manusia
(Munandar, 1992). Menurut Maslow (1968) yang dikutip Depdiknas (2002), dalam
perwujudan diri manusia kreativitas dan inovasi merupakan manifestasi dari
individu yang memiliki fungsi penuh. Di sini terlihat bahwa potensi kreativitas
dan inovasi penting untuk mengembangkan prestasi kerja, termasuk prestasi kerja
kepala sekolah bersama warga sekolah.
Pada masa sekarang di mana otonomi
daerah tengah digalakkan, konsekuensi logis pergeseran kebijakan tersebut
adalah perlunya dipersiapkan tenaga handal dalam mengelola sistem pemerintahan,
termasuk sistem ketenagaan di sektor pendidikan. Disadari bahwa pola rekruitmen
tenaga kependidikan di daerah masih sangat lemah dan satu di antaranya adalah
kompetensi kepala sekolah. Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan fungsi
kreativitas, inovasi dan kewirausahaan dalam organisasi pendidikan (calon)
kepala sekolah menjadi salah satu kajian pokok dalam peningkatan aspek
tersebut. Kewirausahaan berbasis kreativitas dan inovasi juga penting dipahami
oleh para guru dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik dan pengajar
yang membimbing dan mengantar anak didik ke arah pertumbuhan dan perkembangan
prestasinya secara optimal.
Di sisi lain, kepala sekolah
karena kelemahan rekuritmen kadang-kadang tidak memiliki kemampuan tersebut.
Padahal, kedudukan kepala sekolah menjadi sangat sentral dan penting dalam
mengoptimalkan fungsi kreativitas, inovasi dan wawasan kewirausahaan di lembaga
pendidikan yang dipimpinnya.
Selain makna kreativitas,
inovatif dan wawasan kewirausahaan perlu pula dipelajari kepentingannya dalam
kehidupan di masyarakat dan di tempat kerja. Kreativitas yang merupakan pangkal
dari langkah inovatif mempunyai nilai penting dalam kehidupan individu dan
organisasi. Semiawan (1997) menguraikan konsep Treffinger (1986) bahwa ada
empat alasan penting mengapa seseorang (termasuk kepala sekolah) perlu belajar
menjadi lebih kreatif, yaitu: 1) belajar kreatif membantu seseorang (kepala
sekolah) menjadi lebih berhasil guna dalam melakukan pekerjaan; 2) belajar
kreatif menciptakan kemungkinan untuk memecahkan masalah yang tidak mampu
diramalkan yang timbul di masa kini dan di masa depan; 3) belajar kreatif
menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan seseorang, dapat mempengaruhi,
bahkan dapat mengubah karir pribadi serta menunjang kesehatan jiwa dan badan
seseorang; 4) belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang
besar. Secara lebih luas, belajar kreatif dapat menimbulkan ide, cara dan hasil
yang baru, unik dan bermanfaat.
BAB II
PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH
A.
Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata
Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan
terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah penginternalisasian
nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai,
terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke
dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik
yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk
menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi
nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di
seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa
dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun
melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai
kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik.
Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan
intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut
menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilai kewirausahaan dilakukan
secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak
bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut
diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran
memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan
karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan
yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6
(enam) nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko,
kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam
mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan,
silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun
silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan
mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus
untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan
cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal
dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung
jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai
dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait
dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan
dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
·
Mengkaji KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan
sudah tercakup didalamnya.
·
Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di
dalam KD kedalam silabus.
·
Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan
menunjukkannya dalam perilaku.
·
Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi
nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
B.
Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra
Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi,
bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan
peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi
ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih
oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka;
(2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik
mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
C.
Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum
sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan
karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang
dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi
dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan
ekstra kurikuler.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk
kegiatan pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik,
dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan
menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat,
kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan
keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir,
kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi
kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan
secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh
pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua
peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam
kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar,
karya peserta didik, dll)
D.
Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke
Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan
diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter
wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada
pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep.
Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa
Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan
kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara
langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf
tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu
menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara
mendirikan kantin kejujuran, dsb.
E.
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku
Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen
pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi
pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata
mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam
bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
F.
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan
sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru,
konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar
anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan
kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan
kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan
peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung
jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah
(seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lingkungan sekolah).
G.
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada
peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah
yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat
karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan
mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu
membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal
dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Di daerah
kecamatan salem harus potensi lokal yang dapat ditangkap sebagai peluang untuk dikelola
menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu
menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan adalah salah satunya pembuatan
batik.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam
mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di
dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan
ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun
RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan
cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan
mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip
ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Akhirnya kami berharap semoga
program kewirausahaan sekolah ini dapat menjadi pedoman penyelenggaraan
pendidikan di SMA N 1 Salem Kab. Brebes untuk tahun pelajaran 2021/2022,
sehingga visi dan misi SMA N 1 Salem dapat dicapai atau diwujudkan dengan baik
B.
Saran
Demi tercapainya hasil yang maksimal sesuai dengan yang
diharapakan dengan ini kami memberikan saran-saran agar koordinasi dan
pembinaan kepada seluruh komponen penyelenggara pendidikan lebih ditingkatkan
lagi. Perlu adanya pembenahan yang lebih efisien dalam memberikan atau menyampaikan
berita sehingga kami sebagai pelaksana dapat mengantisipikasi informasi yang
yang lebih pasti dan lebih akurat dalam melaksanakan setiap kegiatan agar tidak
terjadi kesalahpahaman ataupun benturan yang tidak diinginkan.
Comments
Post a Comment